Rabu, 13 April 2016

MAKALAH PERADABAN ISLAM RASULULLAH PERIODE MADINAH ( 622-632 M )

MAKALAH
PERADABAN ISLAM RASULULLAH PERIODE MADINAH ( 622-632 M )
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Dr. Badaruddin, M.Ag











Disusun oleh:
Abdul Aziz Chabibur R                      G000130036
Muhammad Iqbal Pria Nugraha          G000130126


TARBIYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A         Latar Belakang Masalah
Sejak kedatangan Nabi Muhammad SAW ke Yatsrib, maka seketika itu juga berubahlah namanya kota Yatsrib  menjadi Madinnatun Nabawi artinya kota nabi, selanjutnya disebut  Madinah. Sejak menetap di Madinah Rasulullah SAW mulai mengatur siasat dan membentuk masyarakat Islam yang bebas dari ancaman dan tekanan serta intimidasi. Jadi hijrahnya Rasulullah SAW itu sendiri merupakan langkah awal dari terbentuknya Daulah Islamiyah yang pertama di muka bumi pada saat itu. Karena itu peristiwa hijrah tidaklah terwujud begitu saja, namun ada beberapa pra kondisi  seperti adanya Baiat Aqabah yang Pertama dan kedua, kedua baiat ini merupakan batu-batu pertama bagi bangunan Negara Islam, Kehadiran rasulullah SAW ke dalam masyarakat Madianah yang majemuk amat menarik untuk dibahas[1].
Kemajemukan komunitas Madinah  membuat rasul melakukan negoisasi dan konsolidasi melalui perjanjian tertulis yang terkenal dengan “piagam Madinah”. Berawal dari Piagam Madinah inilah sesungguhnya merupakan rangkaian penting dari proses berdirinya  Negara Madinah. Setelah proses Ba’iat dan Piagam madinah, Nabi Muhammmad SAW dipandang bukan saja sebagai pemimpin ruhani tetapi juga sebagai kepala Negara. Rasul sebagai kepala Negara, lantas mengangkat Kepala Pemerintahan setempat pada tiap-tiap negeri yang dikuasainya atau masuk Islam dengan cara damai.
Bila ditinjau dari persoalan ajaran Islam, periode Madinah merupakan kelanjutan dari periode Mekkah. pada periode Mekkah, ayat – ayat tentang hukum belum banyak diturunkan, sementara pada periode Madinah, kita mendapati ayat hukum mulai turun melengkapi ayat yang telah ada sebelumnya. Ini dipahami mengingat hukum bisa dilaksanakan bila komunitas telah terbentuk, bukan hanya ayat-ayat hukum saja yang berangsur-angsur sempurna, juga ayat lain misalnya tentang etika, tauhid dan seluruh elemen ajaran Islam berangsur-angsur  mendekati titik kesempurnaan dan mencapai puncaknya dengan diturunkannya Surat Al Maidah ayat 3.
Satu hal lain yang perlu digaris bawahi bahwa Islam pada periode Madinah adalah Islam yang terus mencari tata system pemerintahan yang cocok, hingga nabi wafat, model politik yang baku tidak pernah diformulasikan oleh Nabi SAW, praktek kehidupan berpolitik  Nabi SAW sesungguhnya bukanlah sebuah pelaksanaan terhadap format tata pemerintahan yang sudah jadi dan sempurna, tapi merupakan proses percobaan yang terus menerus[2].
Dan dari sinilah penulis akan mencoba memaparkan beberapa pokok pembahasan diantaranya yaitu: 1. Mengapa Nabi hijrah ke Madinah?, 2. Bagaimana dasar berpolitik Nabi di Madinah?, 3. Bagaimana isi piagam Madinah? 4. Bagaimana tantangan dan keberhasilan Piagam Madinah?.

















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Arti Hijrah Nabi ke Madinah
Sejak diangkatnya Muhammad sebagai Nabi melalui proses turunnya wahyu sampai wafatnya Nabi Muhammad SAW. Ada dua periode yang dilalui Nabi, periode Makkah yaitu sejak turunnya wahyu pertama sampai dengan hijrah atau berpindahnya beliau bersama para pengikutnya ke Madinah, dan periode Madinah, yaitu sejak peristiwa hijrah sampai dengan wafatnya Nabi. Pada periode Makkah Nabi menyampaikan misi kenabian memperkenalkan ajaran Islam yang mengajarkjan ajaran tauhid. Misi Nabi ini mendapat tentangan keras dari penduduk Makkah yang dipelopori  tokoh-tokoh suku Quarais, mereka bukan saja tidak menerima ajaran Tauhid yang ditawarkan Nabi, mereka menentang secara keras bahkan memberikan ancaman fisik kepada nabi dan orang-orang yang mengikutinya. Kemudian dengan petunjuk dari Allah dan atas pertimbangan situasi social yang sangat tidak mendukung misi kenabiannya di makkah serta dengan mempertimbangakn kondisi yang lebih kondusip di Madinah maka Nabi Muhammad bersama pengikutnya melaksanakan Hijrah[3]. Yaitu sebuah proses migrasi dari kota Makkah ke kota Madinah[4].
Sejak itu dimulailah babak baru dalam masa kenabian. Berbeda dengan apa yang dialami pada saat di kota Makkah, di Madinah Nabi dan para pengikutnya mendapat sambutan yang baik oleh penduduk Madinah. Secara social masyarakat Madinah ketika itu terdiri dari beberapa kelompok, kelompok-kelompok yang tergolong besar dan berpengaruh adalah kelompok Yahudi dan Arab. Kelompok Arab sendiri terdiri dari suku “Aus dan Khozroj. Masing-masing kelompok ini dalam rentang waktu yang cukup panjang selalu terlibat dalam pertikaian, mereka saling bertikai untuk memperebutkan kepemimpinan di antara mereka. Karena masing-masing mereka tidak ada yang mau mengalah, maka akibatnya Madinah masa itu menjadi kosong kepemimpinan. Di sisi lain mereka sudah berada dalam titik jenuh selalu bertengkar, mereka sudah merindukan suasana damai, akan tetapi mereka tidak mempunyai figure yang dapat mempersatukan mereka. Beberapa tokoh diantara mereka akhirnya menemukan figure itu ada pada pribadi Nabi Muhammad SAW. Karena itulah kehadiran nabi dan para pengikutnya di Madinah mendapat sambutan hangat bahkan Nabi dinobatkan sebagai pemimpin diantara mereka.
Dengan diterima dan diangkatnya Nabi Muhammad SAW menjadi pemimpin penduduk kota itu. Babak baru  dalam sejarahpun dimulai berbeda  dengan periode Makkah, pada periode Madinah Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad SAW mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara. Dengan kata lain, dalam diri nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi, kedudukanya sebagai Rasul  secara otomatis merupakan kepala negara[5].
Sisi menarik dari system politik yang dibangun oleh Nabi adalah bahwa dalam Negara madinah itu dibangun dengan kondisi social penduduknya heterogen. . Adapun peta demografis  Madinah pada saat itu terdiri dari :
1.      Kaum muslimin yang terdiri dari Muhajirin dan Ansor.
2.      Anggota suku Aus da Khazraj yang masih berada pada  tingkat nominal muslim,   bahkan ada  yang secara rahasia memusuhi Nabi SAW.
3.      Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih menganut paganism (paganisme  adalah paham dimana agama belum datang, dan paganisme cenderung menganut politheisme).
4.      Orang-orang Yahudi yang terbagi dalam 3 suku utama yaitu  bani Qainuqa, Bani Nadhir dan Bani Quraidhah.
Etnis Arab dengan beraneka suku, dan juga berbagai jenis keyakinan, Yahudi dengan beberapa sektenya, Nasrani serta masyarakat suku paganism yang belum mempunyai agama, serta Islam sendiri. Keanekaragaman ini dapat dipersatukan dalam suatu sitem politik yang dibangun oleh Nabi. Pada masa kenabian tidak ada lagi perang antar suku, tidak juga ada superioritas kelompok tertentu atas yang lain. Semua dapat hidup damai, saling menghormati satu dengan lain. Hasilnya adalah Madinah yang awalnya adalah cikal bakal sebuah Negara, akhirnya menjelma menjadi sebuah kekuatan Negara baru. Sebuah Negara dengan konsep kebersamaan hak warga Negara, tidak membedakan ras, suku dan agama.
B.     Dasar Berpolitik Negeri Madinah
Realita politik Madinah merupakan rangkaian strategis yang berimplikasi pada masyarakat Islam yang menerima perubahan-perubahan positif diantaranya: Pertama, Ikatan daerah atau wilayah, Dari sini Madinah merupakan tempat tinggal bagi ummat Islam. Kedua, jiwa kemasyarakatan, artinya dengan pemikiran dari ummat Islam Madinah dapat dipersatukan untuk tujuan yang sama. Ketiga, dominasi politik, hal ini terjadi karena keterlibatan ummat Islam secara langsung berperan dalam urusan-urusan politik.
Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan Negara baru itu, Nabi SAW segera meletakan  dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, dasar-dasar itu antara lain[6]: Dasar pertama adalah sarana terpenting untuk mewujudkan rasa persaudaraan, yaitu tempat pertemuan. Sarana yang dimaksud adalah masjid, tempat untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT secara berjamaah, yang juga dapat digunakan sebagai pusat kegiatan untuk berbagai hal, seperti belajar-mengajar, mengadili perkara - perkara yang muncul dalam masyarakat, musyawarah, dan  transaksi dagang. Nabi SAW merencanakan pembangunan masjid itu dan langsung ikut membangun bersama-sama kaum muslimin. Masjid yang dibangun ini kemudian dikenal sebagai Masjid Nabawi. Ukurannya cukup besar, dibangun di atas sebidang tanah dekat rumah Abu Ayyub al-Anshari. Dindingnya terbuat dari tanah liat, sedangkan atapnya dari daun-daun dan pelepah kurma. Di dekat masjid itu dibangun pula tempat tinggal Nabi SAW dan keluarganya.
Dasar kedua yang ditegakkannya adalah Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di dalam Islam), yaitu antara kaum Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Mekah ke Madinah) dan Anshar (penduduk Madinah yang masuk Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin). Nabi SAW mempersaudarakan individu-individu dari golongan Muhajirin dengan individu-individu dari golongan Anshar. Misalnya, Nabi SAW mempersaudarakan Abu Bakar dengan Kharijah bin Zaid, Ja'far bin Abi Thalib dengan Mu'az bin Jabal. Dengan demikian diharapkan masing-masing orang akan terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan. Dengan persaudaraan yang semacam ini pula, Rasulullah telah menciptakan suatu persaudaraan baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan keturunan.
Dasar ketiga adalah hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. Di Madinah, disamping orang-orang Arab Islam juga masih terdapat golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka. Sebuah piagam yang menjamin  kebebasan beragama orang-orang yahudi sebagai komunitas dikeluarkan. Setiap  golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan, kemerdekaan beragama dijamin, dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban  mempertahankan keamanan negeri itu  dari serangan luar[7].
C.    Piagam Madinah
Nabi SAW telah  berhasil mewujudkan piagam politik yang merupakan langkah strategis. Karena meletakkan piagam sebagai persatuan hidup bagi seluruh penduduk Madinah dengan tidak membedakan keturunan, bangsa dan agama. Piagam ini merupakan naskah politik yang kedudukannya sebagai dustur atau konstitusi Madinah. Piagam ini mempunyai tiga bagian dan empat puluh tujuh poin. Tiga bagian tersebut, pertama, khusus berkaitan dengan orang-orang Islam Muhajirin dan Anshor. Kedua, khusus yang berkaiatan dengan orang-orang Yahudi. Ketiga, meliputi seluruh penduduk Madinah[8]
Menurut Ahmad Sukardja dalam karyanya “Piagam Madinah dan Undang-undang dasar 1945” menyatakan bahwa Piagam Madinah ini adalah konstitusi Negara Madinah yang dibentuk pada masa awal klasik Islam, tepatnya pada tahun 622M sebagai konstitusi yang dibuat oleh seorang Negarawan yang berkedudukan sebagai Rasul dengan dibantu oleh para sahabatnya.
Adapun isi dari konstitusi Madinah atau piagam madinah adalah:
1.      Setiap suku dan kelompok akan mengurus urusannya sendiri  dan menyelesaikan sendiri perselisihannya menurut hukum dan kebiasaannya sendiri.
2.      Tidak ada pihak Yahudi atau muslim yang boleh melakukan persetujuan kapanpun jugadengan salah satu pihak atau kelompok yang tinggal di luar Madinah.
3.      Kalau terjadi pertempuran diluar batas-batas Madinah, tidak ada penduduk Madinah yang dapat dipaksa untuk bertempur di pihak manapun.
4.      Orang Yahudi harus memberikan sumbangan biaya kalau mereka bertempur bahu-membahu dengan orang muslim melawan musuh bersama
5.      Setiap suku ataukelompok bebas menjalankan agamanya. Orang Yahudi menjalankan agamanya dan orang Islam menjalankan agamanya.
6.      Kalau ada serangan di pihak luar,masing-masing pihak akan membantu pihak lain. Jika salah satu pihak terlibat pertempuran, pihak lain akan memberikan bantuannya. Dan jika salah satu pihak membuat perdamaian, pihak yang lainnya juaga membuat perdamaian dengannya. Tidak ada satu pihak pun juga yang akan memberikan perlindungan pada orang Quraisy di Mekah.
7.      Kota Mekah adalah kota suci dan tidak boleh dilanggar oleh semua pihak yang menandatangani perjanjian tersebut.
8.      Dalam semua perselisihan diantara pihak-pihak yang menandatangani perjanjian ini  di Madinah, Nabi Muhammad akan bertindak sebagai wasit
Karena Piagam Madinah ini bertujuan untuk mengatur kehidupan bersama antara sesama ummat dan masyarakat Madinah yang majmuk. Dengan demikian berdasarkan piagam Madinah yang telah ditetapkan dan di sepakati bersama oleh seluruh elemen masyarakat Madinah yang majemuk, maka Madinah secara otomatis menjadi Negara (City State) yang berdaulat, dimana Nabi sebagai pendirinya dan Nabi dipandang bukan saja sebagi Nabi dan Rasul tetapi pada saat yang sama Nabi dipandang sebagai kepala Negara[9]. Dalam konteks ini Munawir Sadjali memberikan tanggapan bahwa banyak diantara pemimpin dan pakar ilmu politik Islam beranggapan bahwa Piagam Madinah adalah konstitusi atau undang-undang dasar bagi Negara Islam yang pertama dan didirikan oleh Nabi di Madinah.

D.    Tantangan dan Keberhasilan Piagam Madinah
1.      Ukhuwah Islamiyah antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
2.      Nilai toleransi antar umat beragama.
3.      Mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi.
4.      Keadialan harus tetap ditegakkan walau kepada orang non Muslim.
5.      Waspada dan hati-hati terhadap orang-orang Non Islam karena bagaimanapun mereka tidak rela kalau Islam maju.
6.      Kegigihan Rasulullah dalam berdakwah menyebarkan Islam.
7.      Keberhasilan Rasulullah di Madinah ini juga didukung dengan akhlaknya yang mulia dan kekuatan pasukannya.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN – SARAN
A.    Kesimpulan
1.      Ada 3 dasar utama yang diletakkan Rasulullah SAW dalam membangun Pemerintahan Islam di Madinah yang penduduknya pluralis, yaitu pembangunan masjid,ukhuwah Islamiyah, dan Menjalin hubungan persahabatan dengan dalam sebuah ikatan perjanjian dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam.
2.      Nabi Muhammad SAW mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara. Dengan kata lain, dalam diri nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi, kedudukanya sebagai Rasul  secara otomatis merupakan kepala negara. 
3.      Dalam Pemerintahan Islam di Madinah di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW telah banyak perubahan positif yang dialami baik dalam bidang politik, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, dan keagamaan.
4.      Tujuan perjuangan nabi yang jelas menuju kearah menegakkan keadilan dan kebenaran serta menghancurkan yang batil tanpa pamrih kepada harta, kekuasaan, dan kemuliaan duniawi.
5.      Adanya prinsip persamaan  yang ditegakkan Rasulullah SAW  dalam bergaul tidak pernah mebedakan satu dengan yang lain, bersikap sama terhadap semua orang, baik dengan yang kuat maupun yang lemah, yang kaya maupun yang miskin, baik terhadap musuh maupun sahabat. Beliau tidak pernah menghardik yang bersifat menghina dan bermuka masam kepada siapapun.
6.      Adanya  prinsip kebersamaan. Rasulullah Saw dalam menggerakkan orang berbuat tidak hanya sekedar memberikan perintah, namun beliau sendiri terjun memberikan contoh. Beliau sendiri ikut terjun menyingsingkan lengan baju dan kaki jubahnya dalam membangun masjid Nabawi di Madinah, dan beliau selalu ikut terjun langsung dalam setiap pembangunan maupun medan tempur memimpin pasukan.
7.      Rasulullah SAW merupakan contoh pemimpin yang kharismatik dan Demokratis sehingga banyak nilai – nilai keteladanan yang dapat diambil  dari pola kepemimpinan beliau.


B.     Saran
1.      Agar ada upaya lebih dalam untuk mengkaji sosok Rasul Muhammad Saw dan perjuangan dakwah Islamiyah, dalam membangun pluralisme di Madinah, terutama pada hal-hal yang belum bisa penulis kaji.
2.      Diupayakan agar menelaah nilai-nilai pluralisme yang berkembang di Indonesia dalam konteks dakwah dan pendidikan.




















DAFTAR PUSTAKA
Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014).
Haekal, Muhammad Husain, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Litera Antarnusa, 1990. Cet. 12).
Hassan, Hasan Ibrahim, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, (Yogjakarta: Penerbit Kota Kembang, 1989).
Muhaimin, Dr, MA, dkk., Kawasan dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta Prenada, Media, 2007).
Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1, (Jakarta: UI Press, 1985, cetakan kelima).
Luthfi Assyaukanie, http://islami.com/id/artikel/islam-madinah. di akses 10 September 2015
Nadirsyah Hosen, http:/media .isnet/Nadirsyah/MM. di akses 9 September 2015


[1] Nadirsyah Hosen, http:/media .isnet/Nadirsyah/MM. di akses 9 September 2015
[2] Luthfi Assyaukanie, http://islami.com/id/artikel/islam-madinah. di akses 10 September 2015
[3] Hijrah adalah perpindahan Nabi Muhammad SAW bersama sebagian pengikutnya dari makkah
[4] Muhaimin, dkk., Kawasan dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta Prenada, Media, 2007), hlm: 221.
[5] Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid 1, (Jakarta: UI Press, 1985, cetakan kelima), hlm. 101
[6] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), hlm. 25-26.
[7] Muhammad Husain Haekal, op. Cit., 1990. Hlm. 199-205.
[8] Hasan Ibrahim Hassan, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, (Yogjakarta: Penerbit Kota Kembang, 1989), hlm. 28-29
[9] Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid 1, (Jakarta: UI Press, 1985, cetakan kelima), hlm. 22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar